Kasus kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025 kembali mencuat, kali ini menggemparkan Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Praktik joki UTBK terungkap dengan imbalan yang fantastis, di mana para pelaku diduga menerima bayaran hingga Rp 50 juta untuk menggantikan peserta ujian. Skandal ini tidak hanya mencoreng integritas seleksi masuk perguruan tinggi, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan etika dalam dunia pendidikan.
Terbongkarnya praktik joki UTBK di ISBI Bandung bermula dari kecurigaan panitia pengawas terhadap sejumlah peserta ujian. Setelah dilakukan verifikasi mendalam, termasuk pencocokan foto kartu peserta dengan identitas asli, terungkap adanya indikasi kuat praktik perjokian. Dua orang joki berhasil diidentifikasi dan diamankan pihak ISBI Bandung. Lebih mengejutkan lagi, pengakuan dari para pelaku menyebutkan bahwa mereka dijanjikan bayaran antara Rp 30 juta hingga Rp 50 juta per peserta yang berhasil diluluskan.
Modus operandi yang digunakan para joki ini diduga melibatkan pemalsuan kartu peserta dan penggantian identitas saat memasuki ruang ujian. Dengan imbalan yang sangat menggiurkan, para pelaku nekat mengambil risiko tinggi untuk meloloskan peserta titipan. Kasus ini menjadi bukti bahwa masih ada oknum yang berusaha meraih kursi di perguruan tinggi negeri favorit dengan cara yang tidak jujur, merusak sistem seleksi yang seharusnya adil dan transparan.
Pihak ISBI Bandung telah mengambil tindakan tegas dengan memproses lebih lanjut kasus ini dan menyerahkannya kepada pihak berwenang. Identitas para joki dan peserta yang menggunakan jasa mereka kini tengah diinvestigasi untuk mengungkap jaringan yang lebih luas di balik praktik kecurangan ini. Sanksi tegas menanti para pelaku, termasuk diskualifikasi bagi peserta yang terbukti menggunakan jasa joki.
Skandal joki UTBK di ISBI Bandung ini menambah daftar panjang kasus kecurangan dalam seleksi masuk perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini menjadi alarm bagi seluruh pihak terkait, mulai dari panitia seleksi nasional, pihak perguruan tinggi, hingga pemerintah, untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan integritas pelaksanaan UTBK. Pemanfaatan teknologi pengawas yang lebih canggih dan sosialisasi yang lebih efektif mengenai sanksi kecurangan diharapkan dapat mencegah praktik serupa terulang kembali di masa depan.